Tafsir dan Terjemah QS Al Baqarah Ayat 3

Tafsir dan Terjemah QS Al Baqarah Ayat 3

الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَ يُـقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَ مِمَّا رَزَقْنٰھُمْ يُنْفِقُوْنَ

Allaziina yu’minuuna bilghaibi wa yuqiimuunas salaata wa mimmaa razaqnaahum yunfiquun


(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka,

Tafsir

Orang-orang yang bertakwa itu adalah mereka yang beriman kepada hal-hal yang gaib, yang tidak tampak dan tidak dapat dijangkau oleh akal dan indra mereka, seperti Allah, malaikat, surga, neraka, dan lainnya yang diberitakan oleh Allah dan Rasul-Nya. Pada saat yang sama, sebagai bukti keimanan itu, mereka beribadah kepada Allah dengan melaksanakan salat, secara sempurna berdasarkan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, khusyuk serta memperhatikan waktu-waktunya, dan mereka juga menginfakkan di jalan kebaikan sebagian rezeki berupa harta, ilmu, kesehatan, kekuasaan, dan hal-hal lainnya yang bermanfaat yang Kami berikan kepada mereka, semata-mata sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan mencari keridaan-Nya.
Pertama: Beriman kepada yang gaib. Termasuk di dalamnya beriman kepada Allah dengan sesungguhnya, menundukkan diri serta menyerahkannya sesuai dengan yang diharuskan oleh iman itu. Tanda keimanan seseorang ialah melaksanakan semua yang diperintahkan oleh imannya itu.
Gaib ialah sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh pancaindra. Pengetahuan tentang yang gaib itu semata-mata berdasar kepada petunjuk-petunjuk Allah swt. Karena kita telah beriman kepada Allah, maka kita beriman pula kepada firman-firman dan petunjuk-petunjuk-Nya. Termasuk yang gaib ialah: Allah, para malaikat, hari kiamat, surga, neraka, mahsyar dan sebagainya. Pangkal iman kepada yang gaib ialah iman kepada Allah swt. Iman kepada Allah adalah dasar dari pembentukan watak dan sifat-sifat seseorang manusia agar dia menjadi manusia yang sebenarnya, sesuai dengan maksud Allah menciptakan manusia.
“sibgah Allah.” Siapa yang lebih baik sibgah-nya daripada Allah? Dan kepada-Nya kami menyembah. (al-Baqarah/2: 138)
Iman membentuk manusia menjadi makhluk individu dan makhluk yang menjadi anggota masyarakatnya, suka memberi, menolong, berkorban, berjihad dan sebagainya:
Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (al-hujurat/49: 15)
Dalam mencari arti iman hendaklah kita mengikuti petunjuk Rasul. Untuk itu kita perlu mempelajari sejarah hidup Nabi Muhammad saw, merenungkan ciptaan Allah, menggunakan akal pikiran dan mempelajari ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Iman dapat bertambah dan dapat pula berkurang. Iman akan rusak bila amal seseorang rusak dan akan bertambah bila nilai dan jumlah amal ditingkatkan pula.
Kedua: Melaksanakan salat, yaitu mengerjakan dan menunaikan salat dengan menyempurnakan rukun-rukun dan syarat-syaratnya, terus-menerus mengerjakannya setiap hari sesuai dengan yang diperintahkan Allah, baik lahir maupun batin. Yang dimaksud dengan “lahir” ialah mengerjakan salat sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan sunah Rasul, dan yang dimaksud dengan “batin” ialah mengerjakan salat dengan hati yang khusyuk, dengan segala ketundukan dan kepatuhan kepada Allah, dan merasakan keagungan dan kekuasaan Allah yang menguasai dan menciptakan seluruh alam ini sebagai yang dikehendaki oleh agama.
Iqamah as-shalah ialah mengerjakan salat dengan sempurna; sempurna segala rukun, syarat dan ketentuan yang lain yang ditentukan oleh agama. Arti asal dari perkataan salat ialah “doa”, kemudian dipakai sebagai istilah ibadah yang dikenal di dalam agama Islam karena salat itu banyak mengandung doa.
Ketiga: Menginfakkan sebagian rezeki yang telah dianugerahkan Allah. Rezeki ialah segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya. “Menginfakkan sebagian rezeki” ialah memberikan sebagian rezeki atau harta yang telah dianugerahkan Allah kepada orang-orang yang telah ditentukan oleh agama.
Pengertian menginfakkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penelitian ilmiah dan lain-lain. Juga berinfak untuk semua kepentingan umum dengan niat melaksanakan perintah Allah termasuk fi sabilillah.
Harta yang akan diinfakkan itu ialah sebagiannya, tidak seluruh harta. Dalam ayat ini tidak dijelaskan berapa banyak yang dimaksud dengan sebagian itu, apakah seperdua, sepertiga, seperempat dan sebagainya. Dalam pada itu Allah melarang berlaku kikir dan melarang berlaku boros:
Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah), nanti kamu menjadi tercela dan menyesal. (al-Isra’/17: 29)
Allah melarang berlebih-lebihan atau kikir dalam membelanjakan harta:
Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) mereka yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, tetapi berada di antara keduanya secara wajar (al-Furqan/25: 67)
Pada firman Allah yang lain dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan sebagian harta itu ialah sebagaimana jawaban atas pertanyaan para sahabat:
“…. mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, ‘Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” (al-Baqarah/2: 219)
Yang dimaksud dengan “kelebihan” ialah setelah mereka cukup makan dan memiliki pakaian yang dipakai. Jadi tidak harus kaya, tetapi selain yang mereka makan dan pakai pada hari itu, adalah termasuk lebih. Allah telah menjelaskan cara-cara membelanjakan harta itu dan cara-cara menggunakannya. Dijelaskan lagi oleh hadis Rasulullah saw:
Dari Nabi saw ia berkata, “Sebaik-baik sedekah adalah kelebihan dari kebutuhan pokok.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

sumber: kemenag.go.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *